Senin, 21 Maret 2011

Tuhan yang Maha Ramah

Islam sebagai sebuah ajaran bisa di maknai apa saja sesuai dengan kemauan kita, terkadang Islam berwajah penuh senyum, penuh ampun, penuh toleransi dan penuh kasih sayang, namun di sisi lain terkadang kita melihat Islam berwajah sangar, garang, seram, mengancam, dan menakutkan. Dua wajah Islam yang saling berlawanan ini sama-sama mengklaim bersumber dari dasar-dasar yang asasi yaitu Al qur'an dan Hadits Nabi. Hanya saja kecenderungan untuk menggunakan alat berinterpretasi terhadap Islam lah yang kemudian menampilkan dua wajah Islam yang berseberangan ini.

Dalam pandangan kita ketika melihat wajah Islam yang di tunjukkan oleh kalangan sufi, maka kita akan melihat penampilan yang serba ramah, serba senyum, serba santun dan serba tepo seliro mareng liyan, wajah Islam yang denikian ini sering kita temukan di beberapa pesantren yang ilmu keagamaan nya sangat mumpuni karena lembaga ini memang menjadi tempat tafaqquh fiddin yang paling tua di Nusantara. Tapi sikap beragama nya tidak serem dam medheni seperti penampilan Islam yang kita lihat di kota-kota besar yang hanya belajar Islam cuma sebentar, namun sikap nya sok Islam dan cenderung menganggap orang yang di luar kelompok nya di anggap kurang Islam.

Khutbah mereka juga selalu berisi ancaman-ancaman bagi orang-orang yang kurang taat dalam menjalankan agama nya, bagi mereka kesempurnaan berislam menjadi harga mati yang tidak bisa di tawar-tawar lagi, oleh karena itu justru kebanyakan dari kalangan awam takut untuk nimbrung kumpul dengan mereka karena takut akan ancaman dari Tuhan yang di wakili oleh mereka. Mereka merasa menjadi duta Tuhan untuk menghujat pelaku maksiat dan kemungkaran yang pantas di lempar ke neraka. Jadi seakan-akan Islam hanya berisi neraka dan ancaman bagi si abangan.

Di tahun 1978,seorang khatib melucu di masjid UI Rawamangun,Akibat nya jemaah yang tadi nya liyep-liyep jadi melek. Mereka menyimak pesan Jumat, sambil senyum.Tapi khatib ini tak cuma menghasilkan senyum itu, Ia di ganyang oleh khatib yang naik mimbar pada Jumat berikut nya. "Agama bukan barang lucu", sembur nya. "Dan tak perlu di bikin lelucon, mimbar jumat bukan arena humor,karena itu sengaja melucu dalam khotbah di larang"... (Kangsejo melihat Tuhan / M.Sobari hal.37).Vonis jatuh marah khatib kita ini.Akhir nya ada tambahan jenis larangan satu lagi.

Dalam salah satu buku nya Kang Sobari berkisah sebuah cerita sufi,tentang seorang gaek penyembah patung, ia menyembah tanpa pamrih, di usia ke 70 tahun ia punya kebutuhan penting,doa pun di ajukan, Sayang patung itu cuma diam, kakek kecewa, Ia minta pada Allah,dan ajaib:di kabulkan. Bukan urusan dia bila masalah kemudian timbul,sebab Allah lah,bukan dia,yang di protes Malaikat."Mengapa ya Allah,kau kabulkan doa si kakek, lupakah Kau dia penyembah patung? bukankah ia kafir yang nyata?". Allah tersenyum, "Betul" , jawab nya."Tapi kau bukan Aku, siapa yang akan mengabulkan doa nya, Kalau akupun diam, lalu apa beda nya Aku dengan patung".
Dan siang malam aku pun berharap agar humor seperti ini tak di larang. Ternyata Tuhan pun dalam zhan (sangkaan) orang sufi di gambarkan sebagai Dzat yang Maha ramah dan pemaaf. Oleh sebab itu seberapa mampu kita berbaik sangka kepada Tuhan, demikian juga Tuhan akan berbuat kepada kita. "Ana 'inda zhanni 'abdi bi" (Aku  -Tuhan- itu sebagaimana di sangkakan oleh hambaku pada Ku) , demikian Firman Allah dalam salah satu hadits qudsy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar