Selasa, 22 Maret 2011

Sekali Islam Tetap Islam

Akhir-akhir ini kita di suguhi derama heroik" kelompok masyarakat yang "takut". Mereka takut kalau Islam di lecehkan oleh pemeluk nya sendiri, sehingga mereka merasa perlu untuk menjadi pembela bagi Islam. Bagi mereka menjadi pembela Islam adalah misi suci, meskipun dengan melakukan cara apa saja termasuk yang tidak Islami dan tidak terpuji.

Dan di sisi lain ada sekelompok masyarakat atau lebih tepat nya "komunitas" -karena jumlah mereka itu sedikit ketika di bandingkan dengan kelompok mayoritas- yang di anggap sebagai perongrong kewibawaan Islam. Keberadaan mereka di anggap sebagai musuh dalam selimut, atau sebagai duri dalam daging, bahkan di anggap sebagai orang munafik, agen yahudi,agen Israil, dan agen Amerika yang harus di berangus dan halal di bunuh. (naudzu billah min dzalik).

Kecurigaan semacam ini sengaja di bangun di atas rasa takut dan khawatir.Mereka takut dan khawatir eksistensi Islam di Indonesia akan hilang, (seperti nya kekhawatiran dan ketakutan yang tidak tepat). Terlepas apakah ada motif politis atau tidak, yang pasti gerakan pemberangusan komunitas yang di anggap merongrong kewibawaan Islam adalah "wajib" bagi mereka. Sehingga mereka merasa perlu untuk mengumandangkan nya di mimbar-mimbar pengajian khutbah Jumat, forum-forum dakwah dan lain nya. dan tujuan nya agar mind set jamaah nya terpola bahwa kelompok perongrong ini adalah musuh Islam bahkan lebih jahat dari orang non muslim, dan di harapkan ketika ada komando dari para "tokoh" nya mereka dengan mudah untuk di turunkan ke jalanan karena ini di anggap sebagai tugas suci pengantar ke surga.

Mereka tidak sadar, bahwa yang di lakukan oleh para intelektual muslim di JIL (yang rata-rata dari kalangan anak muda intelektual NU pasca Gus Dur) ini benar-benar tindakan demi melestarikan tradisi keilmuan dan intelektualisme Islam, adapun cara mereka dengan menggunakan rasio dan logika dalam setiap pembahasan keagamaan nya, itu adalah bagian dari keragaman cara yang dari dulu sudah di kenal dalam dunia Islam, hal ini bisa kita lihat dari banyak nya jumlah Madzhab, baik dalam Fiqh, Tauhid (kalam), Akhlaq (tashowwuf) dan ilmu yang lain. Keragaman madzhab ini menunjukkan ada nya kemajemukan berfikir di kalangan ulama' dan pemikir di zaman klasik Islam.

Cara penggalian ilmu dari al Quran dan Sunnah yang dilakukan mereka dengan kritisisme nya, menjadi sebuah keniscayaan dari proklamasi dari Al Quran itu sendiri, sebagaimana yang di firmankan oleh Allah, bahwa Al Quran adalah lautan ilmu yang tidak akan kering, walaupun air laut di jadikan tinta dan pepohonan di darat di jadikan pena untuk menuliskan ilmu dalam Al Quran.  Tindakan pembatasan untuk menggali ilmu dari sumber nya ini dan pelarangan mengkritisi produk pemikiran yang di hasilkan oleh para ulama dari masa lalu bisa jadi justru melawan firman Allah di atas, karena menghalang-halangi sebuah kegiatan pemikiran yang justru di anjurkan dalam Islam.

Karena sabda Nabi Muhammad SAW. juga sudah sangat jelas, bahwa setiap usaha "ijtihad", kalau benar mendapatkan pahala dua, dan kalau salah di ganjar dengan pahala satu.Tabsyir (bebungah / iming-iming) dari kanjeng Nabi ini jelas menunjukkan bahwa salah pun orang yang memanfaatkan akal dan ilmu nya demi suatu usaha dan kerja keras (ijtihad) akan di jamin berpahala, salah ataupun benar, yang beda hanya jumlah nya saja, kalau salah kita di jatah satu, tapi kalau benar di jatah dua bagian. Sungguh sebuah aturan yang sangat bijak, indah dan menarik, namun ketika ini di pandang sebelah mata, maka yang terjadi adalah pelarangan untuk berijtihad karena kita di anggap tidak cukup "pintar" dan "mumpuni" untuk berijtihad.

Melihat itu semua rasa nya kurang tepat bila kita terlalu mudah mengklaim sesat dan salah pada mereka yang justru hidup nya di jadikan sebagai sarana merumuskan kemaslahatan kontemporer bagi masyarakat dewasa ini, Karena bagi kami, sekali mereka Islam maka akan tetap Islam, bagaimanapun madzhab nya, pola pikir nya,dan cara beragama nya, apa lagi ini sudah jelas-jelas melakukan kegiatan yang baik,maslahat, dan berguna untuk kebaikan bersama. Jangan sampai kita mudah berburuk sangka (su'u dzan) sebelum bertanya dan mengklarifikasi terlebih dahulu. semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar