Selasa, 29 Maret 2011

Mbah Maridjan dan Konsistensi Islam Jawa

Islam jawa adalah salah satu dari sekian banyak warna-warni Islam yang mengalami proses pembumian dan sinkretisasi dengan kepercayaan dan budaya lokal. Seiring dengan ekspansi Islam ke seluruh penjuru dunia tak ketinggalan tanah jawa, masuk nya Islam yang di pelopori oleh walisongo agar bisa di terima oleh mayoritas penduduk jawa dan penguasa nya maka Islam yang di kenalkan ke jawa adalah Islam yang santun, dan tidak memusuhi ajaran dan ritual jawa yang pada saat itu di kuasai oleh agama Hindu dan Budha, sepanjang tidak bertentangan dengan esensi ajaran Islam.

Bahkan untuk beradaptasi dengan ajaran dan keyakinan masyarakat setempat Wali songo mengesampingkan hukum-hukum syar'i seperti Sunan Kudus (Sayyid Ja'far sodiq) melarang santri dan pengikut nya untuk menyembelih sapi  karena dalam pandangan  dan ajaran Hindu sapi adalah binatang yang suci dan beliau menawarkan kerbau sebagai binatang pengganti nya untuk berpesta, secara sepintas dari sisi syar'i tindakan Sunan Kudus  ini menyimpang karena sudah melarang hal yang halal, tapi dari segi strategi dan untuk harmonisasi dengan ajaran Hindu pada saat itu tindakan itu bisa di maklumi.

Sebagaimana yang sekarang kelihatan sekilas tamapak konyol,adalah tindakan Mbah Maridjan yang tetap masih bertahan pada saat merapi meletus, maka untuk memahami hal ini kita harus melihat nya dari sisi Islam Jawa, apa yang di lakukan oleh Mbah Maridjan itu adalah bentuk dari kosistensi beliau dalam mengaktualisaiskan Islam Jawa. Setelah di angkat sebagai pemimpin ritual di gunung Merapi (bukan sekedar juru kunci) Mbah Maridjan memahami apa yang di lakukan nya adalah aktualisasi dari ajaran Islam jawa nya.

Sejalan dengan melemah nya pengaruh ajaran pra Islam yang menganggap gunung sebagai sang penguasa, maka tradisi selametan di Merapi masih tetap di lakukan namun ruh nya di isi dengan ruh Islam jawa, yang menganggap bahwa Merapi itu di bawah penguasaan "Seng mbaurekso" Yang menguasai yaitu Tuhan (Robil alamin). Hal ini bisa kita lihat dari kehidupan keseharian Mbah Maridjan yang masih tetap menjalankan sholat lima waktu secara taat. Bahkan beliau itu menjadi pengurus syuriah sebuah lembaga keislaman NU. dan pada saat di tanya agama nya apa?, beliau menjawab sambil berseloroh bahwa agama nya adalah NU.

Bagi Mbah Maridjan " Seng mbaurekso" adalah Tuhan, dan beliau berusaha untuk konsisten dalam menjalankan tugas sebagai abdi dalem keraton Ngayogjokarto, dan di satu sisi beliau tetap konsisten sebagai seorang muslim Jawa yang tetap bersujud mohon pertolongan pada Allah swt. dalam kondisi yang sangat gawat sekalipun, bagi sementara kalangan apa yang di lakukan oleh Mbah Maridjan itu adalah tindakan konyol tapi bagi orang yang memahami sisi ke "Islam jawa" an  Mbah Maridjan maka akan memahami nya.

Apa yang di jalankan oleh Mbah Maridjan sebagai pemimpin ritual di Merapi merupakan bentuk transformasi Islam Jawa, demi menjaga harmonisasi sosial. Dia tetap melakukan upacara adat, tapi ruh upacara itu di isi dengan tauhid.Bahkan ke tauhidan Mbah Maridjan di buktikan samapi beliau wafat.
Jadi bagi sebagian kalangan yang menganggap bahwa tindakan Mbah maridjan sampai wafat itu adalah tindakan konyol dan tragis mohon berbaik sangka saja. karena perspektif yang di pakai oleh Mbah Maridjan sudah pasti berbeda dengan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar