Lagi, terjadi ledakan bom di sebuah Masjid di komplek Polres Cirebon. Tidak tanggung-tanggung, sekarang yang menjadi sasaran bukan Kafir harbi (non muslim yang wajib di perangi), namun yang menjadi target nya adalah kalangan muslim sendiri yang di anggap "batal" keyakinan nya oleh mereka (kelompok teroris) karena tidak sesuai dengan paham dan ideologi mereka.
Entah "surga" yang mana yang ada dalam benak mereka, yang bisa dengan begitu mudah nya di gapai dengan cara instan seperti ini, cukup ngendat dan meledakkan diri sendiri maka sudah pasti masuk surga. Tanpa harus beramal shaleh dan meninggalkan maksiat sebagaimana yang di ajarkan dalam Al Quran dan di contohkan oleh Kanjeng Nabi Muhamad saw. Dengan cara sederhana seperti ini, tanpa harus repot-repot menahan nafsu yang di "klaim" Nabi sebagai Jihadul akbar di banding sebuah perang tanding yang sangat besar di masa Nabi sendiri yaitu Ghozwatul Badr.
Sebenar nya madzhab apa yang di gunakan mereka dalam berijtihad untuk membuat hukum pembolehan dan penghalalan darah saudara sesama muslim sendiri, pada hal setahuku dalam semua kitab-kitab peninggalan para ahli hukum Islam (baik Fiqh maupun Ushul Fiqh) semua nya selalu menggaris bawahi bahwa dalam setiap membuat sebuah keputusan hukum maka yang harus di dahulukan adalah "mashlahat ammah" (kemaslahatan umum). Alih-alih melihat hal ini (kemaslahatan umum) dalam tindakan mereka untuk meledakkan diri sendiri ini, wong kemaslahatan diri sendiri saja tidak di perhatikan babar blas.
Rasa nya bila surga dapat dengan mudah di dapat dengan hanya mau menjadi tumbal , Islam tidak perlu repot-repot menjabarkan halal-haram. Nabi juga tidak perlu repot-repot untuk mencontohkan mana yang baik dan mana yang buruk, cukup ledakkan diri sendiri saja, secara massal maka semua nya akan masuk surga. Mudah khan?.... Tapi sayang Kanjeng Nabi tidak seperti itu, Beliau lebih memilih hidup normal layak nya manusia yang lain, yang masih beribadah dan meninggalkan maksiat dalam upaya mendapatkan tempat di surga,bahkan beliau saat menjelang wafat, yang di ingat adalah keselamatan ummat nya. Dengan sabda beliau: "Ummati,... ummati,...".
Aku juga tidak paham logika beragama macam apa yang di gunakan oleh mereka, karena lebih memilih ke-madlorot-an di banding ke-mashlahat-an pada hal Kanjeng Nabi sudah jelas-jelas bersabda: "La dlororo wa la dliroro" (Tidak boleh menganiaya -diri sendiri- dan tidak boleh menganiaya -orang lain-). Oleh sebab itu aku merasa sangat beruntung dulu belajar agama di pesantren,yang mengajarkan sikap Tasamuh, Tawazun, dan ta'adul.Bukan pada mereka. Apa jadi nya jika aku dulu di ajarkan kekerasan oleh mereka dengan dalih sebagai bagian dari perintah agama. Dan di iming-imingi surga cukup dengan menjadi tumbal semata?.....
Entah "surga" yang mana yang ada dalam benak mereka, yang bisa dengan begitu mudah nya di gapai dengan cara instan seperti ini, cukup ngendat dan meledakkan diri sendiri maka sudah pasti masuk surga. Tanpa harus beramal shaleh dan meninggalkan maksiat sebagaimana yang di ajarkan dalam Al Quran dan di contohkan oleh Kanjeng Nabi Muhamad saw. Dengan cara sederhana seperti ini, tanpa harus repot-repot menahan nafsu yang di "klaim" Nabi sebagai Jihadul akbar di banding sebuah perang tanding yang sangat besar di masa Nabi sendiri yaitu Ghozwatul Badr.
Sebenar nya madzhab apa yang di gunakan mereka dalam berijtihad untuk membuat hukum pembolehan dan penghalalan darah saudara sesama muslim sendiri, pada hal setahuku dalam semua kitab-kitab peninggalan para ahli hukum Islam (baik Fiqh maupun Ushul Fiqh) semua nya selalu menggaris bawahi bahwa dalam setiap membuat sebuah keputusan hukum maka yang harus di dahulukan adalah "mashlahat ammah" (kemaslahatan umum). Alih-alih melihat hal ini (kemaslahatan umum) dalam tindakan mereka untuk meledakkan diri sendiri ini, wong kemaslahatan diri sendiri saja tidak di perhatikan babar blas.
Rasa nya bila surga dapat dengan mudah di dapat dengan hanya mau menjadi tumbal , Islam tidak perlu repot-repot menjabarkan halal-haram. Nabi juga tidak perlu repot-repot untuk mencontohkan mana yang baik dan mana yang buruk, cukup ledakkan diri sendiri saja, secara massal maka semua nya akan masuk surga. Mudah khan?.... Tapi sayang Kanjeng Nabi tidak seperti itu, Beliau lebih memilih hidup normal layak nya manusia yang lain, yang masih beribadah dan meninggalkan maksiat dalam upaya mendapatkan tempat di surga,bahkan beliau saat menjelang wafat, yang di ingat adalah keselamatan ummat nya. Dengan sabda beliau: "Ummati,... ummati,...".
Aku juga tidak paham logika beragama macam apa yang di gunakan oleh mereka, karena lebih memilih ke-madlorot-an di banding ke-mashlahat-an pada hal Kanjeng Nabi sudah jelas-jelas bersabda: "La dlororo wa la dliroro" (Tidak boleh menganiaya -diri sendiri- dan tidak boleh menganiaya -orang lain-). Oleh sebab itu aku merasa sangat beruntung dulu belajar agama di pesantren,yang mengajarkan sikap Tasamuh, Tawazun, dan ta'adul.Bukan pada mereka. Apa jadi nya jika aku dulu di ajarkan kekerasan oleh mereka dengan dalih sebagai bagian dari perintah agama. Dan di iming-imingi surga cukup dengan menjadi tumbal semata?.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar