Sabtu, 23 April 2011

Pesantren Bukan Sarang Teroris

Melihat fenomena yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik yaitu aksi teror yang di lakukan oleh sekelompok kecil dari saudara-saudara kita yang nekat untuk bunuh diri, maka ada kesan dari  media massa bahwa pesantren di bawa-bawa untuk di libatkan sebagai pihak yang di persalahkan. Perlu di tarik benang merah dalam hal ini agar masyarakat yang sudah kadung familier dengan lembaga pesantren tidak merasa takut dengan dunia pesantren.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di bumi Nusantara, memiliki sejarah panjang dalam ikut mencerdaskan warga negara Indonesia, baik itu pesantren tradisional maupun pesantren modern. Dan perlu di lihat bahwa cikal bakal pesantren ialah lembaga nonformal, yang di mulai dari sebuah pengajian-pengajian yang di selenggarakan oleh para Kiai kampung untuk menyebarkan agama Islam di rumah mereka masing-masing. Kemudian karena  keterbatasan tempat di rumah mereka, maka bersama warga di lingkungan masing-masing membuat sebuah tempat pemondokan secara swadaya untuk menampung santri yang ikut belajar di sana oleh sebab itu dinamakan dengan "pondok" yang di huni oleh para santri.

Karakter yang di kembangkan oleh para Kiai dan Santri dalam memahami Syariat Islam di pesantren ialah yang berwatak moderat,toleran,tasamuh,tawasuth,tawazun, dan santun, hal ini bisa di lihat dari di pilih nya Madzhab yang di kembangkan oleh para Ulama di Indonesia yang lebih memilih Madzhab Syafiiyyah. Karena di nilai madzhab inilah yang paling cocok dengan karakter bangsa Indonesia, dengan corak faham yang moderat.Begitu juga dalam hal Aqidah, kalangan pesantren lebih suka menggunakan faham Ahlussunnah wal jamaah yang di rumuskan oleh Asy'ariyyah dan Al maturidiyyah, karena di nilai sebagai faham yang moderat di antara dua kutub faham aqidah yang ekstrim.

Jadi kira nya salah besar bila ada pihak-pihak yang mencurigai pesantren sebagai sarang teroris, karena pesantren itu sendiri melalui organisasi yang mewadahi nya yaitu NU (Nahdlatul Ulama) telah membuat komitmen untuk menjadikan NKRI sebagai bentuk final dari bentuk negara yang ideal. Mungkin kalau ada kelompok yang ikut menggunakan nama pesantren namun ijtihad nya (baik di bidang aqidah, ubudiyyah dan politis) tidak sesuai dan berseberangan dengan dunia pesantren yang sesungguh nya maka mereka bisa di sebut sebagai kelompok yang menyalah gunakan dan membajak nama pesantren.

Oleh sebab itu perlu di cari cara untuk mengantisipasi penyalah gunaan dan pembajakan nama pesantren seperti ini, untuk menghindari stigma yang akan menciderai nama baik pesantren yang memang berkarakter moderat, bukan hanya kepada sesama muslim bahkan kepada nonmuslim sekalipun, pesantren selalu mengajarkan toleransi dan moderasi kepada seluruh warga nya. Di antara cara yang bisa di tempuh ialah dengan melakukan silaturahmi antar pesantren secara intensif, untuk selalu menukar informasi yang up to date terkait perkembangan dunia di luar pesantren, yang selalu berubah bukan lagi dengan hitungan hari, jam, atau menit, bahkan setiap detik selalu berubah.

Begitu juga, agar dunia pesantren juga harus konsisten dengan tanggung jawab nya sebagai lembaga "tafaqquh fiddin". Jangan sampai justru malah tertarik ke dunia politik yang akhir nya memudarkan kepercayaan masyarakat terhadap pesantren dan akhir nya mereka menjatuhkan pilihan ke lembaga-lembaga yang "seakan-akan" pesantren, yang sengaja untuk menggaet kalangan yang sudah tidak percaya lagi kepada pesantren yang "original". Konsistensi penyelenggara pesantren (dalam hal ini pengasuh nya) sangat di butuhkan untuk  menjaga nama baik pesantren yang bersangkutan.

Syahwat politik memang sulit di bendung, apa bila selalu di iming-imingi oleh kalangan politisi yang tidak bertangung jawab. Oleh sebab itu di butuhkan juga sebuah kerjasama antara penyelenggara negara (umaro') dan penyelenggara agama (Ulama) untuk selalu bersinergi, karena sebagaimana kita tahu, bahwa syahwat politik yang menjebak pesantren biasanya berkaitan dengan masalah finansial. Bukan demi pribadi memang, tapi untuk kepentingan pesantren, misal nya untuk pembangunan sarana sekolah, asrama dan lain nya. Hal ini di karenakan oleh acuh nya pemerintah kepada pesantren, dan akhir nya mereka mencari sendiri sumber dana yang bisa menunjang berlangsung nya eksistensi dan keberadaan pesantren.

Ketika hal ini terjadi maka pesantren menjadi kecolongan dengan ketidak konsistenan nya. pada hal di satu sisi lembaga-lembaga yang "membo-membo" dengan pesantren, karena di tunjang dana dari Timur Tengah,maka mereka menjadi semakin eksis dengan ajaran ekstrim nya. Oleh sebab itu perlu di cari solusi yang tepat untuk mengantisipasi hal ini. pasti ada banyak cara yang sesuai dengan ijtihad masing-masing pengasuh dengan lingkungan pesantren nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar